Kamis, 29 Agustus 2019

Sebuah Kesadaran Hidup

✒ 🎀           
                ➖➖➖➖➖➖➖➖➖
                *Sebuah Kesadaran Hidup*
                ➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Bismillah,
Terkadang, seseorang merasa bahwa apa yang ia dapatkan selama ini adalah karena usahanya sendiri, karena buah dari apa yang ia perjuangkan selama ini, jawabannya, bukan!  Apa saja yang ada di sisi seseorang, semuanya dari Allah semata. Allah titipkan lewat perantara usaha, perjuangan atau kesabaran. Dan itu semua juga tidak akan terjadi jika izin Allah tidak ada.
Allah berfirman:

وَمَا بِكُم مِّن نِّعۡمَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيۡهِ تَجۡـَٔرُونَ

Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.
(Surat An-Nahl ayat 53)

Begitu pula kesedihan, cobaan, ujian, janganlah seseorang terlalu larut di dalamnya, hanya karena ia merasa tidak mampu untuk melanjutkan sisa hidup nya, tanpa sesuatu yang hilang tersebut, Allah berfirman:

مَاۤ أَصَابَ مِن مُّصِیبَةࣲ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِیۤ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِی كِتَـٰبࣲ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَاۤۚ إِنَّ ذَ ٰ⁠لِكَ عَلَى ٱللَّهِ یَسِیرࣱ. لِّكَیۡلَا تَأۡسَوۡا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُوا۟ بِمَاۤ ءَاتَىٰكُمۡۗ وَٱللَّهُ لَا یُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالࣲ فَخُورٍ.

Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri,
(Surat Al Hadid ayat 22-23)


Maka tidak seyogyanya seseorang membangga-banggakan apa yang ia peroleh, dengan melihat bahwa orang lain lebih buruk darinya, sehingga tidak mendapatkan nikmat yang sama.
Seringkali kita mendengar, beberapa perkataan yang terkesan ringan, namun bermakna dalam bagi sebagian orang, seperti "kapan nikah?",  " Kapan hamil? ", " Kapan punya adik lagi?", "kok belum nikah sih, udah segitu lho umurnya", dan lain sebagainya. Jika kalimat ini didasari atas rasa " Lebih" Karena sudah nikah duluan, sudah punya anak duluan, atau sudah yang lain-lain (notabene yang mengatakan biasanya pada posisi 'sudah'), maka dihatinya telah ada setitik kesombongan, yang menghalangi ia masuk kedalam surga.
Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

ﻻ ﻳﺪﺧﻞ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ ﻣﺜﻘﺎﻝ ﺫﺭﺓ ﻣﻦ ﻛﺒﺮ ‏

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalamnya terdapat kesombongan seberat biji sawi” (HR. Muslim)

Dan jika tanpa perasaan "lebih" daripada orang lain, setidaknya itu membuat si penjawab sedih, gundah dan tertekan, apalagi jika yang mengatakan tidak hanya satu mulut.
Padahal bisa jadi, dan sangat mungkin orang yang dikatakan, adalah lebih baik dari yang mengatakan.
Kita ingat kisah nabi Zakaria _'alaihissalam_, tak pernah lelah berdoa dan ikhtiar, untuk mendapatkan momongan, sehingga saat usia sudah senja, beliau berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, *dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku".* (Surat Maryam : 4).
Bayangkan, beliau _'alaihissalam_  belum pernah kecewa dalam berdoa, yang mana keadaan beliau dimata kebanyakan manusia adalah keadaan yang mengecewakan. _MasyaAllah lahaula walaquwwata illa billah._

Terlebih lagi jika kita menilik hadits Nabi _Shallallahu 'alaihi wasallam_:

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

"Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allâh mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya."
(HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah)

Bisa kita cek, siapakah orang-orang yang Allah cintai di muka bumi ini? Kita kenal salah satunya, beliau adalah Baginda Nabi Muhammad _'alaihiissholatu wassalam_, bagaimanakah lini kehidupannya? Beliau yang paling Allah cintai, hidup nya dipenuhi dengan cobaan, ujian, musibah. Dan itu semua makin meninggikan derajat beliau _Shalallahu 'alaihi wasallam._

Maka, janganlah seseorang memandang lebih buruk saudara muslim nya yang lain, hanya karena ia tidak mendapatkan apa yang ia dapatkan dari bagian dunia ini.
Dan bagi ia yang tertimpa musibah, cobaan, penyakit dan semacamnya, maka _"Absyir! "_, Berbahagialah!, karena Allah hanya akan menguji yang Dia cintai, sebagaimana hadits diatas. (Dan ujian tidak terbatas pada kurangnya nikmat, karena bisa jadi kelebihan nikmat yang Allah berikan, merupakan ujian pula. Dan banyak manusia gagal didalam jenis yang kedua.)

Jika kita ambil permisalan (dan Allah memiliki sifat yang Maha Tinggi), seorang guru akan memberikan kertas ujian hanya kepada murid di kelasnya, tidak kepada orang yang lewat, atau kepada murid di lain kelas yang tidak sesuai. Maka, Allah pun tidak akan memberikan ujian kepada manusia yang tidak ada dalam "perhatian" Allah. Justru mereka akan diberikan nikmat terus menerus di dunia, sehingga tidak ada lagi bagian di akhirat (Istidraj).
 Wal 'iyadzubillah.


_Tetapi ada ungkapan, "perkataan manusia itu tiada habisnya" atau_
_كلام الناس لا ينتهي،_
_Bagaimana itu?_

Ya, betul, benarlah ada pernyataan semacam ini, tetapi bagi seseorang yang sudah mengetahui ilmunya, akankah ia terus berucap/berkata pada hal-hal yang buruk? Atau tiada manfaat? Pastinya 'aalim (orang berilmu) akan menggunakan lisannya untuk kebaikan, untuk sesuatu yang mendatangkan ridha Allah Ta'ala. Ya, tetap menjadi ungkapan _kalamunnas la yantahi_, tetapi ia terus berucap dalam kebaikan.

Betapa banyak yang tadinya bersyukur, lalu dengan 'senggolan' ucapan saudaranya, ia lalu menjadi kufur? Ia lalu menjadi merasa kurang, dan seakan benar apa yang diucapkan orang tersebut.
Misalnya seseorang bertamu, lalu ia melihat rumahnya sempit, dan ia berkata kepada pemilik rumah, "bisa ya Ukhti, tinggal disini? Padahal anak anti 3,.. ",.
Setelah pulang si tamu, maka pemilik rumah berfikir, "iya juga ya, kok bisa ya? Hmm, seperti nya memang sudah harus pindah",  dan sebagainya.
Dalam hal ini, ada sebuah ungkapan indah yang pernah terdengar oleh saya, *" Jika engkau bertamu, datanglah dengan mata buta dan pulanglah dengan mulut bisu".*
Artinya, saat berada di dalam rumah orang lain, mata kita jangan 'jelalatan', lihat apa saja yang bisa terlihat, atau bahkan sampai berkomentar dengan nada-nada mengejek, lalu ketika sudah pulang, 'bisukanlah' mulut  untuk tidak menceritakan  apa yang kita lihat di dalam rumah tersebut, terlebih sebuah aib. (Kecuali jika memang kita diundang sebagai pemerhati interior, atau yang sejenismya, maka tentu komentar kita malah ditunggu, namun tetaplah menjaga rahasia isi rumah konsumen).

Semoga Allah berikan kita ilmu yang bermanfaat, yang berkah, sehingga lisan mampu mengontrol yang diucapkannya, dan hati memiliki _filter,_ pada apa yang datang padanya.

Washallahu 'ala nabiyyina Muhammad.

Yogyakarta // 29-08-2019
🖋
Al Faqirah ila 'afwi rabbiha,
Khaqqi F Muhammad // Umm Mu'adz F